
Zakat Penghasilan
Zakat Penghasilan atau yang dikenal juga sebagai zakat profesi atau zakat pendapatan adalah bagian dari zakat mal yang wajib dikeluarkan atas harta yang berasal dari pendapatan/ penghasilan rutin dari pekerjaan yang tidak melanggar syariah
Adapun landasan zakat penghasilan adalah, firman Allah swt:
“Wahai orang-orang yang beriman! Belanjakanlah (pada jalan Allah) sebahagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu sengaja memilih yang buruk daripadanya (lalu kamu dermakan atau kamu jadikan pemberian zakat), padahal kamu sendiri tidak sekali-kali akan mengambil yang buruk itu (kalau diberikan kepada kamu), kecuali dengan memejamkan mata padanya. Dan ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi sentiasa Terpuji.” (Qs Al-Baqarah 267)
Siapa yang wajib menunaikan zakat penghasilan?
Sesuai fikih zakat, seseorang dikatakan wajib menunaikanzakat jika telah memenuhi syarat sebagai wajib zakat (muzakki), yaitu telah mencapai nishab dan haul.
Untuk zakat penghasilan, sesuai dengan Keputusan Dewan Pertimbangan Syariah Baitul Mal Aceh tentang nishab zakat profesi, seseorang dikatakan telah berkewajiban menunaikan zakat penghasilan jika penghasilannya telah mencapai batas nishab senilai 94 gram emas dalam satu tahun atau setara dengan Rp 82.900.000,-/tahun atau Rp 6.900.000,-/bulan rutin selama 12 bulan.
Bagaimana cara menghitung zakat penghasilan?
Cara menghitung zakat penghasilan:
2,5% x jumlah penghasilan setahun
Contoh kasus 1:
Siti adalah seorang pekerja lepas di bidang fotografi. Penghasilan Siti per bulan tidak menentu, berkisar antara Rp3.000.000,- hingga Rp. 9.000.000,- tergantung orderan. Tetapi, berdasarkan catatan keuangan Siti selama 2022, total penghasilan Siti dalam satu tahun tersebut mencapai Rp 83.000.000,-
Karena batas nishab zakat penghasilan adalah Rp 82.900.000,-/tahun, maka Siti sudah memiliki kewajiban membayar zakat penghasilan, yaitu sebesar:
2,5% x Rp 83.000.000,- = Rp 2.075.000 per tahun tersebut.
Contoh kasus 2
Abdullah adalah seorang pegawai bank swasta di Aceh dengan gaji tetap perbulan Rp 7.500.000,-. Selain gaji, Abdullah juga menerima pendapatan lain-lain berupa bonus, THR, dan uang saku jika melakukan perjalanan bisnis. Berdasarkan catatan keuangan Abdullah selama 2022, total pendapatan lain-lain ini dalam satu tahun tersebut mencapai Rp. 15.000.000,-
Karena batas nishab zakat penghasilan adalah 6.900.000,-/bulan, maka Abdullah sudah memiliki kewajiban membayar zakat penghasilan, yaitu sebesar: 2,5% x Rp 7.500.000,- = Rp 187.500 per bulan dari gaji tetap; dan 2,5% x Rp 15.000.000,- = Rp 375.000 per tahun tersebut dari pendapatan lain-lain
Bagaimana cara membayar zakat penghasilan?
Jika status pekerjaan seperti Siti dengan penghasilan perbulan tidak tetap, maka pembayaran zakat penghasilan dapat dilakukan di akhir tahun, setelah memastikan bahwa total penghasilan telah mencapai nishab.
Tapi, jika status pekerjaan seperti Abdullah dengan penghasilan rutin per bulan telah mencapai nishab, maka pembayaran zakat penghasilan dapat dilakukan secara rutin setiap bulan setelah menerima gaji.
Karena gaji pokok Abdullah sudah mencapai batas nishab dan status Abdullah adalah seorang muzaki (wajib zakat), maka setiap pendapatan bersih lainnya juga wajib dipotong zakat, yang dapat dibayar segera setelah pendapatan tersebut diperoleh, atau dibayar di akhir tahun setelah semua pendapatan lain-lain tersebut diakumulasikan.